Menarik jika kita mencermati soal pertanian organik. Meski, menurut deptan disini, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan.
Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
1. Tanaman Pangan Padi
2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
5. Peternakan Susu, telur dan daging
Siapkah kita menyambut peluang tersebut ?
The researchers analyzed results of the 1999-2002 National Health and Nutrition Examination Survey to assess the amounts of fruits and vegetables consumed by children and adolescents compared to Dietary Guidelines for Americans recommendations, and to identify factors related to low fruit and vegetable consumption.
In a study of more than 6,500 children ages 2 to 18, the researchers found those not meeting recommendations tended to be male, older and living in households making between 130 percent and 350 percent of the federal poverty level.
The researchers found 2-to-5 year-olds consumed significantly more fruit and juice than children ages 6 to 11 and 12 to 18 year olds. Total vegetable consumption was significantly higher among 12-to-18 year-olds. However, only 8 percent of vegetables consumed by children in all groups were dark green or orange; fried potatoes constituted about 46 percent of total vegetable consumption.
The study also found fruit consumption differed significantly among race, ethnicities and household income. Mexican Americans consumed significantly more fruit than non-Hispanic white children and adolescents. In addition, non-Hispanic black children and adolescents consumed significantly more dark-green vegetables and fewer deep-yellow vegetables than Mexican American and non-Hispanic white children and adolescents.
The researchers concluded: "These children and adolescents should be targeted for nutritional interventions focusing on amounts and types of fruits and vegetables to consume. Nevertheless, there is a common need among American children and adolescents for nutritional interventions designed to increase daily fruit and vegetable consumption. When counseling children, adolescents and their parents/caregivers, dietitians need to address factors that may influence fruit and vegetable intake, such as gender, age, race/ethnicity and income."
This study was published in the March 2009 Journal of the American Dietetic Association.